Jumat, 27 Desember 2013

Cerpen Romance & Sedih - Sembilanpuluh Sembilan



Sembilanpuluh Sembilan


            Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Aku masih setia di kamar berwarna biru laut berhiaskan motif bunga pada dindingnya. Kurasa inilah satu-satunya tempat ternyaman dari semua ruangan yang pernah ku tempati. Sembari duduk di dekat jendela, aku memainkan musik klasik dengan piano yang juga menjadi penghuni setia kamarku. Dan disaat air mataku tak terbendung lagi, aku menghentikan permainan pianoku lalu menarik sebuah kursi tepat berhadapan dengan jendela kamarku.
            Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Aku masih sangat merindukan pria yang kucintai, sangat merindukan kehadirannya. Bahkan rasa rindu ini tak pernah sedikitpun berkurang padanya walaupun waktu terus berputar. Tak tau apa yang harus aku lakukan agar bisa bertemu dengannya.
            Saat ini aku duduk menatap jauh keluar jendela, menghirup aroma angin yang membawa semerbak wangi kembang sedap malam. Dan hal ini selalu kulakukan. Membiarkan pikiran melayang mengingat semua kenangan manis yang pernah ku lalui bersamanya. Dan sekali lagi, aku menjatuhkan butiran bening dari pelupuk mataku.
            Masih tetap terduduk di kursi tadi, lalu aku beranjak mencari secarik kertas dan sebuah pulpen kemudian kembali lagi ke kursiku. Ku biarkan pulpen itu menari sesuai gerakan tanganku, mengikuti kata hatiku hingga menjadi sepucuk surat yang tak akan pernah dikirim.
           
Kamarku tercinta, 27 Juni 2000
Teruntuk Bintang,
Ini adalah surat yang ke sembilanpuluh sembilan dariku untukmu. Tahukah kau? Tak pernah ada sedikit pun rasa bosan yang dapat menghentikanku menulis surat ini. Rasa rinduku semakin menjadi, saat ku menatap langit malam melihat ribuan benda langit yang bagaikan sebuah titik yang berkelap kelip. Ya, tentu saja. Nama benda langit itu sama seperti namamu, Bintang.

            Aku menghentikan sejenak tulisan itu, saat aku mulai menyadari bahwa air mataku kembali menetes hingga tidak hanya membasahi pipiku tapi juga membasahi secarik kertas itu. Dan ini ke sembilanpuluh sembilan kalinya aku menulis di secarik kertas dan membasahinya dengan air mata. Setelah ku rasa air mataku mengering aku melanjutkan kegiatan menulisku.

Bintang, bagaimana kabarmu? Tidak kah kau merindukanku? Tidak inginkah kau mendekap tubuhku? Aku rindu disaat kita pergi ke taman bersama, kau mengambil beberapa daisy dan meyelipkannya di daun telingaku lalu kita memetik ilalang kemudian meniupnya bersama-sama membiarkan mereka terbang bersama angin. Masih ingatkah kau dengan itu?
Aku rindu disaat engkau mengajakku berbalap sepeda, itu mebuatku terjatuh dan lututku berdarah. Kau seketika panik, dan langsung menggendongku sampai rumah. Membersihkan lukaku dengan perlahan, lalu kau meminta maaf padaku dengan raut wajah yang sangat menyesal. Aku terkekeh melihatmu seperti itu, itu hal terkonyol buatku. Itu bukan salahmu Bintang.

            Wajahku menyunggingkan sebuah senyuman saat mengingat kembali kenangan-kenangan lucu itu, tapi aku yakin senyum yang ku buat saat ini tak akan semanis senyumanku saat melewati kenangan itu bersamamu.
            “Vio??”, suara itu menghentikan lamunanku. Itu suara kakakku, April. Aku rasa dia adalah kakak terbaik yang aku miliki. Dan ini adalah malam ke sembilanpuluh sembilan dia berada di kamarku, menemaniku bersama sepi yang selalu menjalar di kala sang surya telah kembali ke peraduannya.
            “Ada apa, Kak?”, tanyaku lemah.
            “Sudah jam 8, dan kita belum makan malam. Perutku sudah tidak bisa diajak berkompromi”, katanya dengan agak ragu-ragu, mungkin ia takut mengangguku.
            “Baiklah, aku mengerti itu. Lagi pula perutku juga merasakan hal yang sama”, aku lalu berdiri dan menggandeng tangan Kak April menuju ruang makan.
            Aku tak tau, apakah ada rasa bosan menghampiri diri  Kak April. Setiap aku bertanya apakah kau tidak bosan menemaniku di kamar setiap malam, dia hanya menjawab “Tak pernah sedikit pun, apalagi untuk adikku tercinta”. Aku sangat menyayangi Kak April, apalagi saat kedua orang tuaku pindah ke Kanada dua tahun lalu untuk bekerja, hanya Kak April yang selalu berada di dekatku. Umur kita yang hanya berjarak dua tahun, membuatku dan Kak April seperti sepasang sahabat. Dan aku selalu berangkat kuliah bersamanya.
            “Wah, masakanmu enak sekali Kak? Darimana kau mendapatkan resep makanan ini?, aku memberikan pujian pada Kak April, setelah merasakan suapan pertama dari masakannya.
            “Ah, kau ini bisa aja. Aku tidak mendapatkannya dimana-mana. Aku meraciknya sendiri. Jangan lupa habiskan makananmu”.
            “Baiklah kak”. Aku merasa telah menjadi adik yang paling beruntung di dunia ini, bisa memiliki kakak yang sangat baik dan penyayang seperti Kak April. Sehabis makan malam aku lalu kembali ke kamarku. Oh ya, aku teringat surat yang tadi ku tulis belum sepenuhnya selesai. Aku belum menaruh penutup pada surat itu.

Bintang, aku tau secarik kertas tak akan pernah cukup untuk menulis semua kenangan kita. Bahkan mungkin di malam ke sembilanpuluh aku menulis surat ini, sudah ada ratusan kenangan yang telah aku tulis di surat-surat sebelumnya yang tidak pernah aku kirim.
Aku harap kau baik-baik di sana, dan Tuhan senantiasa melindungimu.
Salam rinduku, Viona.

            Kemudian aku melipat sehelai kertas yang telah menjadi sebuah surat itu. Lalu aku menyimpannya pada sebuah kotak, tepat pada urutan surat yang ke sembilanpuluh sembilan. Badanku sudah sangat lelah. Aku beranjak menuju ranjangku, dan ternyata Kak April sudah terbaring di sana sambil memandangiku.
            “Sudah puas menulis suratnya?”, kata Kak April dengan lembut.
            “Belum Kak. Aku masih akan menulisnya di malam berikutnya”
            “Mungkin kau bisa menceritakannya padaku jika kau mau”.
            Aku langsung berbaring disamping Kak April. Menceritakan semua kerinduanku pada Bintang. Aku yakin, banyak bagian yang telah aku ceritakan pada Kak April secara berulang kali. Tapi tak pernah sedikit pun aku melihat raut wajah bosan yang ia munculkan. Dia sangat memahamiku. Aku selalu mengingat sebuah kalimat dari Kak April, “Berdo’alah yang terbaik untuk Bintang, dan dia akan baik-baik saja”.
             Perkataan Kak April itu selalu menguatkanku. Dan ketika rasa kantukku sudah tak bisa tertahan, terlebih dahulu aku berdo’a pada Tuhan untuk orang tuaku, kakakku, dan juga untuk Bintang. Hingga malam semakin larut aku memejamkan mataku, dan kembali menyadari di malam ini adalah malam ke sembilanpuluh sembilan dia meninggalkanku, meninggalkan semua orang yang mencintainya, dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Dia kekasihku, Bintang.    Walaupun ia sudah tiada, kehadirannya tetap bisa kurasakan seperti kehadiran bintang-bintang malam yang selalu bersinar menemani sang bulan.

1 komentar:

  1. Play at Hard Rock Casino and Resort
    Find 강릉 출장안마 the best Hard 안산 출장안마 Rock Casino and 서울특별 출장마사지 Resort in Hard 광양 출장샵 Rock Lake Tahoe, including fully refundable rates with free cancellation. 제천 출장안마 Rating: 2.2 · ‎6 reviews

    BalasHapus